Jakarta –
Ratusan orang dikabarkan kemarin berkumpul dan berbondong-bondong di kawasan GOR Kostrad Cilodong, Depok, untuk menghadiri pengobatan alternatif Bu Ida Dayak yang viral di media sosial.
Kedatangan banyak orang bukan tanpa alasan. Pasalnya, dalam banyak video yang beredar, Ida Dayak disebut-sebut mampu menyembuhkan berbagai penyakit, mulai dari patah tulang, saraf terjepit, hingga orang yang tidak bisa berbicara.
Tak sedikit pasien yang rela menunggu beberapa jam untuk dirawat oleh Ida Dayak. Bahkan ada yang datang dari luar daerah dan menginap meski acara tersebut akhirnya dibatalkan pada hari kedua pada Selasa (4/4/2023).
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Kisah Pasien yang Datang ke Ida Dayak untuk Berobat
Salah satu calon pasien adalah Hendy (29), pegawai swasta di Ciputat. Ia berasal dari Rangkasbitung karena memiliki masalah pada jari-jarinya.
Walaupun sebelumnya Hendy sudah berobat ke rumah sakit dan dokter juga mengatakan sudah sembuh, namun Hendy merasa masih ada masalah pada jari-jarinya karena tidak bisa ditekuk sepenuhnya.
“Karena dapat informasi, pas deket mau coba pengobatan. Tahu-tahu viral, pengen coba,” ujarnya saat diwawancarai langsung detikcom, Selasa (4/4).
Hal ini juga dialami oleh seorang ibu rumah tangga bernama Ika (36) asal Bogor. Ika mengaku tidak mengetahui program pengobatan Ida Dayak dibatalkan pada hari kedua. Dia ingin datang pada hari pertama, tetapi karena dia tidak memiliki mobil, dia harus menyewa satu mobil dan baru bisa berangkat pada hari kedua.
Alasan Ika ingin berobat ke Ibu Ida Dayak karena anaknya mengalami kejang (epilepsi). Demi kesembuhan anaknya, ia bersiap berangkat dari Kecamatan Sukamakmur, Bogor mulai pukul 4 pagi.
Ika juga mengaku memiliki masalah keuangan untuk merawat anaknya di rumah sakit, sehingga dia tidak punya pilihan lain untuk merawat anaknya.
“Waktu dibawa ke rumah sakit, baru 3 hari (perawatan) waktu itu katanya perlu dirujuk tapi BPJS belum melakukan itu,” ujarnya.
Pandangan Dokter Ortopedi Mengenai Pengobatan Ny. Ida Dayak
Beberapa video yang beredar mengklaim bahwa obat tradisional Dayak Ibu Ida dapat menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk patah tulang tanpa pembiusan bahkan operasi. Terkait hal tersebut, konsultan bedah tangan Mayapada Hospital, dr. Oryza Satria, SpOT, bahwa keamanan obat tradisional seperti virus Ida Dayak tergantung dari prosedur yang dilakukan.
Dr Oryza tidak melarang seseorang untuk mengkonsumsi obat tradisional, namun beliau mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dan sedapat mungkin mengamati cara yang digunakan. Selama pasien merasa aman dan tidak terluka, boleh dilanjutkan.
“Aman atau tidaknya obat tradisional, jawabannya cukup banyak ya,” kata dr. Oryza saat dihubungi detik.com, Senin (3/4).
“Boleh-boleh saja melakukan tindakan apapun dengan cara tradisional, asalkan memenuhi prinsip penatalaksanaan di bidang kedokteran ortopedi yaitu first do no harm,” jelasnya.
Pasalnya pengobatan tradisional selalu banjir peminat
Pengamat kesehatan Dicky Budiman dari Griffith University di Australia menilai tingginya minat terhadap pengobatan tradisional bukanlah hal baru di Indonesia. Nyatanya, pengobatan seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara berkembang.
Salah satu alasan masyarakat memilih pengobatan tradisional adalah karena buruknya fasilitas kesehatan.
“Begitu banyak masyarakat di negara berkembang yang tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan modern karena keterbatasan infrastruktur, jalan yang panjang, dan peralatan yang terbatas,” jelasnya saat dihubungi detik.com, Selasa (4/4).
Ia juga menyebut tenaga medis terbatas sebagai ‘biang keladi’ banyak pasien yang terpaksa berobat dengan terapi alternatif tradisional atau spiritual. Akibatnya, masyarakat berbondong-bondong mencari alternatif dengan harapan mendapatkan pengobatan yang cepat dan pemulihan yang cepat.
Masalah kedua, kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan tradisional sudah mengakar kuat sejak zaman dahulu. Beberapa orang mungkin terlahir dari keluarga yang percaya bahwa efektivitas pengobatan tradisional lebih baik daripada pengobatan medis di fasilitas kesehatan.
Dicky juga menyoroti masalah mahalnya biaya kesehatan yang hanya bisa diakses oleh kelompok tertentu. Di tengah upah minimum pekerja yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi, Dicky mengatakan banyak keluarga akan memilih pengobatan dengan harga lebih murah.
“Keterbatasan literasi kesehatan yang paling mendasar adalah alasan mengapa banyak orang di negara berkembang, pada akhirnya karena literasi kesehatan yang terbatas, membuat mereka tanpa penahanan atau informasi untuk membuat keputusan tentang kesehatan mereka, nah ini yang akhirnya dilakukan. sulit bagi mereka untuk mengakses informasi merujuk pada dirinya sendiri atau mengunjungi fasilitas kesehatan karena dia tidak mengerti di mana dan apa manfaatnya,” pungkasnya.
Tonton Video “Status Penyakit PMK Bergeser ke Kondisi Khusus”
[Gambas:Video 20detik]
(suc/kna)