Jakarta –
Ratusan warga Desa Gede Pangrango, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi menyerang kantor Resor Situ Gunung, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Mereka menuntut agar penebangan pohon damar dihentikan.
Di Desa Gede Pangrango, kata Asep Badru Tamam, Situ Gunung obwis dikelola oleh PT Fontis Aqua Vivam. Dalam perjalanan perusahaan mengembangkan objek wisata tersebut, warga menduga perusahaan telah menebang pohon secara liar.
“Jadi miris kita harus menjaga alam tapi alam hancur karena alam bukan milik kita tapi pemilik anak cucu kita kelak,” kata Asep dalam detikJabar Selasa (28/3/2023) dini hari.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Ia mengatakan hanya lima pohon yang mendapat izin tebang, namun setelah ditelusuri warga, kurang lebih ada 20 pohon yang ditebang. Bahkan, penebangan dilakukan pada malam hari.
“Jelas itu sangat melanggar hukum, kenapa tidak siang hari. Sedangkan alasannya takut ditabrak pengunjung, kemarin pengunjung sepi. Tadi informasinya sinso (mesin) diredam pakai air sebagai peredam suara,” dia berkata.
Dampak penebangan pohon sangat dirasakan oleh masyarakat. Asep mengatakan, airnya keruh meski pasokan akan berkurang.
“Yang jelas airnya keruh, masih kurang air. Dulu untuk RT 32 dan 33 cukup air, tapi sekarang berkurang,” ujarnya.
[Gambas:Instagram]
Pihaknya menuntut agar perusahaan dan TNGGP menghentikan kegiatan penebangan. Jika pohon masih ditebang, warga tidak segan-segan melaporkannya ke pihak berwajib.
“Penebangan harus dihentikan dengan alasan apapun. Ketika meningkat, masyarakat akan tetap melaporkannya sebagai kejahatan,” kata Asep.
Bertemu di tempat yang sama, Kepala Resor Situ Gunung, TNGGP, Asep Suganda mengatakan, penebangan pohon di kawasan objek wisata diatur dalam rencana pembangunan. Pihaknya sejak awal menegaskan bahwa tujuan mereka adalah mengembangkan ekowisata dengan cara yang ramah lingkungan.
“Pohon-pohon yang mempengaruhi lokasi perencanaan yang ada ditebang. Itu sudah ada dalam dokumen perencanaan, kami juga memiliki tanggung jawab jika pohon tersebut akan membahayakan pengunjung, maka harus ditebang, tentunya melalui proses pengecekan dari teman ahli bahwa pohon itu busuk atau kering. , “kata Asep.
Ia mengungkapkan, luas ruang usaha di Situ Gunung seluas 102 hektare. Kemudian, lahan seluas 10,2 hektare yang diperbolehkan untuk sarana wisata.
“Posisi terakhir yang sudah dieksekusi adalah 4,3 hektar. Jadi kemarin kami membuat tapak untuk perusahaan yang kalau bisa jangan sampai 10 persen, 50 atau 60 persen. Kalau perusahaan melanggar dokumen perencanaan, kami akan melakukannya. tindakan tegas terhadapnya.” ,” dia berkata.
Setelah melalui beberapa diskusi alot, masyarakat dan pihak perusahaan serta pengelola TNGGP sepakat menghentikan sementara kegiatan penebangan. Selain itu, perusahaan juga diwajibkan menyediakan bibit pohon setelah penebangan pohon.
“Hentikan penebangan pohon yang digunakan untuk pembangunan. Kami setuju bahwa konsep kami dari awal adalah pengembangan ekowisata yang berkelanjutan sehingga kami tidak terlalu banyak membuka lahan, tetapi kami bergerak di bidang pariwisata yang menjual keindahan alam,” katanya.
“Perusahaan wajib menyiapkan bibit, tersedia 5.000 bibit dan itu merupakan pohon yang terkena dampak perkembangan pariwisata,” lanjutnya.
Terkait pencemaran air akibat penebangan pohon, kata Asep, pihak perusahaan menyediakan balok beton (hong) untuk mencegah pencemaran air.
Baca artikel selengkapnya di detikJabar
Simak Video “Melihat Tempat Elang Jawa Pertama Kali Ditemukan”
[Gambas:Video 20detik]
(mis./mis.)