Jakarta –
Kementerian Kesehatan RI membantah tudingan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang nihilnya perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dalam Omnibus Law RUU Kesehatan. Disebutkan, Kementerian Kesehatan telah mengusulkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada pasal 322 tentang perlindungan tenaga kesehatan yang terlibat masalah hukum.
“Selama dokter sudah melakukan upaya penyembuhan sesuai prosedur, dia mendapat perlindungan. Kalau benar-benar lalai, maka penyidik harus mengutamakan restoratif,” ujar Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes, dr. Azhar Jaya saat ditemui di Menara Bank Mega, Selasa (12/12/2019). 4/2023).
“Pasal 322 di DIM itu benar-benar kita masuki, jadi IDI yang salah, seolah-olah pemerintah lalai menjaganya, kita ingin menambahkan,” ujarnya.
IKLAN
GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN
Dr menekankan Azhar bahwa terdapat tambahan dua pasal terkait perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan, khususnya pada 282 ayat 1 yang berbunyi bahwa tenaga kesehatan dapat menghentikan pelayanan ketika mendapat ancaman kekerasan fisik.
“Nakes berhak menghentikan pelayanan jika diganggu, mendapat ancaman tindakan fisik,” jelasnya.
“Dulu tidak ada, selama ini di IGD, sekarang kami ingin merawat pasien dengan segala jenis terorisme, ada perlindungan untuk itu,” lanjutnya.
dr. Azhar Jaya Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. Foto: Dok Pribadi
Pernyataan ini juga memperjelas hilangnya hak imunitas bagi tenaga kesehatan dalam upaya pengesahan RUU Kesehatan yang dinilai tidak menguntungkan organisasi profesi. Dr.Azhar juga menepis kekhawatiran bahwa jabatan organisasi profesi disebut sengaja dicopot.
Pemberian SKP melalui pertemuan ilmiah masih di bawah organisasi profesi. Organisasi profesi dikatakan diberi wewenang untuk menetapkan standar dan memperoleh SKP dengan kegiatan keilmuan tertentu.
Namun, pendataan dibuat transparan agar tenaga kesehatan yang sudah terkumpul, misalnya 250 SKP, bisa langsung praktik tanpa harus mengurus rekomendasi individu.
Sebelumnya, Ketua Umum IDI, Dr. Adib Khumaidi SpOT, mengatakan pemerintah telah memangkas kebijakan pencabutan hak imunitas bagi tenaga kesehatan di pelayanan kesehatan.
“Seorang dokter yang melakukan pelayanan kesehatan yang menyelamatkan jiwa harus mempunyai hak kekebalan yang dilindungi undang-undang. Di sini peran organisasi profesi sebagai pengawal profesinya adalah memberikan perlindungan hukum, tetapi peran organisasi profesi dihilangkan. Jika hak ini kekebalan tidak didapat, maka tenaga medis akan mudah terjerat masalah hukum,” jelas dr. Adib dalam keterangan tertulisnya baru-baru ini.
“Memiliki hak imunitas bagi tenaga kesehatan juga akan berdampak pada keselamatan pasien. Masyarakat akan terkena imbas mahalnya biaya pelayanan kesehatan akibat potensi risiko hukum dan hal ini ironis dalam program Jaminan Kesehatan Nasional yang menerapkan efisiensi biaya, ” dia melanjutkan.
Simak video “Penularan Covid-19 Indonesia Level 1, Penularan Terpantau Rendah”
[Gambas:Video 20detik]
(naf/vyp)